Ipar Rasulullah SAW. Yang Berusaha Meneladaninya
Abdullah bin Umar bin Khattab
Abdullah bin Umar bin Khattab adalah seorang sahabat terkemuka. Ia hijrah bersama ayahnya, Umar bin Khattab, dalamusia 10 tahun. Ia juga ipar Rasulullah SAW karena saudarinya, Hafsah binti Umar, adalah istri Rasulullah SAW. Ia tampil sebagai seorang terpelajar ketika Madinah bersama Basrah berperan sebagai kota pusat intelektualisme Islam setelah masa Nabi SAW.
Abdullah bin Umar bin Khattab mempelajari dan mendalami ajaran Islam, khususnya bidang yang pada masanya belum memperoleh perhatian serius, yaitu tradisi atau hadist Rasulullah SAW. Madinah, sebagai tempat tinggalnya, memberinya inspirasi dan kecenderungan alami untuk mendengarkan, mencatat, dan mempertimbangkan dengan sangat kritis semua cerita dan anekdot tentang Nabi SAW yang dituturkan penduduk Madinah.
Meriwayatkan Hadits
Pada masanya, tidak banyak sahabat yang berfikir tentang mencatat tradisi dan prilaku Nabi. Oleh karena itu, ia bersama Abdullah bin Abbas, menjadi perintis paling awal yang membuka bidang kajian baru, yaitu bidang hadist (tradisi) Nabi SAW, di samping menghafal Al-Qur’an.
Sesudah Abu Hurairah, dialah yang paling banyak meriwayatkan hadist, yaitu sebanyak 2.630 hadist. Ia menerima hadist dari Nabi SAW sendiri dan para sahabat, misalnya Umar bi Khattab (ayahnya), Zaid (pamannya), Hafsah (saudarinya), Abu Bakar as-Siddiq, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Bilal bin Rabah, Ibnu Mas‘ud, Abu Mas‘ud, Abu Zarr, dan Mu‘az bin Jabal.
Hadistnya di riwayatkan oleh para sahabat (misalnya: Jabir, Ibnu Abbas, dan putranya) dan oleh para tabiin (misalnya: Nafi‘, Sa‘id bin Musayyab, Alqamah bin Waqqas al-Lais, Abdurrahman bin Abi Laila, dan Urwah bin Zubair).
Selama 60 tahun setelah Nabi SAW wafat, ia memberi fatwa dan meriwayat kan hadist, menghafal semua yang di dengarnya dari Nabi SAW, dan bertanya kepada orang yang menghadiri majelis Nabi SAW. Perihal tutur kata dan perbuatannya. Dengan begitu, ia dan Abdullah bin Abbas sering kali dipandang sebagai pemula bagi golongan yang kemudian disebut golongan Sunni.
Sikap Politiknya
Ia termasuk salah seorang dari empat ‘Ibadillah (empat orang yang bernama Abdullah). Tiga yang lainnya ialah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin As, dan Abdullah bin Zubair. Ia juga salah seorang anggota dewan formatur “tanpa hak suara” dan “tanpa hak untuk dipilih”, yang dibentuk oleh Khalifah Umar bin Khattab. Ia bertugas merundingkan dan menunjuk khalifah penggantinya.
Pengalaman traumatik yang dialaminya dari berbagai fitnah, di sekitar pergantian pucuk pimpinan kaum muslimin sejak masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin sampai masa yang dekat sesudah nya, membentuk dan menjadikan nya memiliki sikap netral, moderat, dan toleran di bidang politik.
Ketika beberapa tokoh menunjukkan pembangkangan terhadap Yazid, khalifah kedua Dinasti Umayah setelah Mu‘awiyah bin Abu Sufyan, Khalifah Yazid memerintahkan walinya di Madinah untuk memaksa Husein bin Ali, Abdullah bin Zubair, dan Abdullah bin Umar agar menyatakan kesetiaan kepadanya.
Abdullah bin Umar bersedia mengikuti kemauan mayoritas umat Islam, berbeda dengan sikap dua orang yang disebut pertama yang tetap membangkang dan kemudian pindah ke Mekah demi keamanan. Karena sikap politiknya tersebut, khalifah Bani Umayah lainnya, yakni Khalifah Abdul Malik bin Marwan, menunjukkan respek terhadapnya dan menghargai kajian keagamaannya selaku tokoh terpelajar dan disegani di Madinah.
Orang memang menghormati dan menyeganinya karena ia terkenal sebagai orang yang berusaha semaksimal mungkin meneladani segala gerak dan perilaku Nabi SAW.
Posting Komentar untuk "Ipar Rasulullah SAW. Yang Berusaha Meneladaninya"